Lahan Dirampas, Poktan UBM Minta Presiden Prabowo Turun Tangan
By Redaksi, 31 Oktober 2024
Berau – Tnipolrinews.com|Poktan UBM Kecewa PT. Berau Coal tak menghadiri sidang di Pengadilan Negeri Tanjung Redeb, Rabu (30/10/2024).
Berau — Polemik panjang yang berlarut selama hampir dua dekade akhirnya memasuki ranah pengadilan. Pada Rabu (30/10), Pengadilan Negeri Tanjung Redeb Kelas II di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, menggelar sidang perdana gugatan perbuatan melawan hukum yang diajukan oleh Kelompok Tani Usaha Bersama (Poktan) terhadap PT Berau Coal. Perkara ini tercatat dalam nomor perkara 43/Pdt.Sus-LH/2024/PN Tnr, dengan Kelompok Tani sebagai penggugat yang diwakili oleh tim hukum BASA & REKAN.
Puluhan anggota Kelompok Tani tampak memadati ruang sidang, menunjukkan solidaritasnya terhadap perjuangan yang telah mereka tempuh selama bertahun-tahun. Namun, ketidakhadiran pihak tergugat, PT Berau Coal, dalam sidang perdana ini menjadi sorotan, mencerminkan ketegangan yang belum berakhir dalam polemik penguasaan lahan seluas 1.290 hektare di Desa Tumbit Melayu, Kecamatan Teluk Bayur.
Konflik Berkepanjangan Sejak Tahun 2000
Konflik antara Kelompok Tani Usaha Bersama dengan PT Berau Coal bermula pada tahun 2000, saat lahan seluas 1.290 hektare yang dikelola Poktan diduga mulai diklaim oleh perusahaan. Lahan tersebut awalnya dimanfaatkan oleh para petani untuk bertani, namun pada tahun 2007, PT Berau Coal mulai melakukan eksploitasi tambang batubara di wilayah tersebut tanpa ada penyelesaian mengenai hak tanah yang jelas. Konflik ini membuat para petani terusir dari lahan yang telah mereka garap selama bertahun-tahun.
Berbagai upaya persuasif hingga mediasi telah ditempuh oleh Kelompok Tani, termasuk hearing di DPRD Kalimantan Timur. Namun, PT Berau Coal dinilai tetap mengabaikan instruksi mediasi yang diberikan oleh pihak pemerintah daerah. Bahkan, salah satu anggota Kelompok Tani pernah dihadapkan pada Pasal 162 Undang-Undang Mineral dan Batubara (UU Minerba) yang mengatur mengenai larangan menghalangi kegiatan pertambangan, hingga berujung pada hukuman delapan bulan penjara.
“Kami sudah menempuh berbagai cara damai untuk menyelesaikan konflik ini, tapi tidak ada respons yang baik dari PT Berau Coal. Kini, kami terpaksa membawa masalah ini ke ranah hukum demi mempertahankan hak kami,” ungkap salah seorang anggota Kelompok Tani yang turut hadir di sidang.
Harapan pada Tim Hukum BASA & REKAN
Kini, Kelompok Tani Usaha Bersama menaruh harapan besar pada tim hukum BASA & REKAN yang dipimpin oleh Badrul Ain Sanusi Al-Afif, S.H., M.H. Sebelumnya, tim hukum ini berhasil memenangkan kasus serupa terkait kriminalisasi warga Dayak di Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan, dengan dasar gugatan yang mirip.
Usai persidangan, Badrul menyatakan optimisme akan perjuangan yang diwakilinya, meski tergugat absen dalam sidang perdana ini. “Kami selaku kuasa hukum tidak tahu alasan tergugat tidak menghadiri sidang perdana hari ini. Namun, kami tetap optimis dan taat pada proses hukum. Jika pada sidang kedua yang akan digelar tanggal 13 November 2024 tergugat masih tidak hadir, kami berharap majelis hakim dapat memutuskan verstek, yakni kemenangan tanpa hadirnya pihak tergugat,” tegas Badrul saat diwawancarai usai sidang.
M. Hafidz Halim, S.H., salah satu calon advokat magang di tim hukum BASA & REKAN, menambahkan bahwa proses ini tidak hanya akan berjalan di persidangan tetapi juga akan disuarakan kepada Komisi Hukum DPR-RI. “Kami berharap pemerintah dan para wakil rakyat dapat memperhatikan perkara ini, karena hak-hak Poktan yang telah terusir dari tanahnya sendiri selama puluhan tahun tidak pernah diganti rugi,” ujar Hafidz.
Menurut tim hukum, aktivitas PT Berau Coal dianggap melanggar ketentuan Pasal 134 ayat (1), Pasal 135, dan Pasal 138 UU Minerba Nomor 3 Tahun 2020 yang merupakan perubahan atas UU Minerba Nomor 4 Tahun 2009. Selain itu, tindakan perusahaan juga dinilai melanggar ketentuan Pasal 385 Jo 406 KUHP mengenai penyerobotan lahan.
Aksi Solidaritas dan Seruan Kepada Pemerintah Pusat
Di halaman Pengadilan Negeri Tanjung Redeb, puluhan anggota dan pengurus Kelompok Tani Desa Tumbit Melayu turut menggelar aksi solidaritas, dengan membentangkan berbagai spanduk berisi seruan kepada pemerintah dan aparat penegak hukum. Beberapa spanduk yang dibentangkan bertuliskan, “Kami Kelompok Tani Usaha Bersama Akan Berjuang Menuntut Hak Kami Sampai Titik Darah Penghabisan!” hingga seruan kepada Presiden Prabowo Subianto agar membantu menyelesaikan permasalahan yang menimpa mereka.
Salah satu spanduk yang menarik perhatian bertuliskan, “Tolong Kami, Bapak Presiden Prabowo Subianto, Kami Telah Dizalimi oleh PT Berau Coal atas Lahan Kami, Poktan Seluas 1.290 HA yang Dieksploitasi.” Selain itu, anggota kelompok tani juga menyuarakan seruan kepada Ketua Komisi Hukum DPR-RI Dr. Habiburokhman, S.H., M.H., dan Dr. Bob Hasan, S.H., M.H., anggota komisi, agar turun tangan menindak tegas PT Berau Coal yang dinilai telah merampas lahan mereka.
Sementara itu, di luar ruang sidang, M. Rafik, salah seorang koordinator aksi dari Kelompok Tani, menyatakan bahwa pihaknya tidak akan bergantung pada kehadiran tergugat dalam sidang. Ia bahkan menyampaikan rencana untuk menutup lokasi lahan sengketa sebagai bentuk protes pada 3 November mendatang. “Saya tidak peduli apakah PT Berau Coal mau hadir atau tidak dalam persidangan berikutnya. Yang pasti, pada tanggal 3 November, kami akan menutup lokasi lahan yang selama ini menjadi milik kami. Surat pemberitahuan aksi sudah kami sampaikan kepada Polres Berau,” tegas Rafik.
Harapan dan Langkah Selanjutnya
Sidang berikutnya dijadwalkan pada 13 November 2024. Jika PT Berau Coal kembali absen, majelis hakim dapat mengeluarkan putusan verstek yang akan memberikan kemenangan pada pihak penggugat tanpa perlu pembelaan dari pihak tergugat. Bagi Kelompok Tani Usaha Bersama, putusan tersebut menjadi peluang besar untuk memperoleh keadilan atas hak tanah yang selama ini mereka perjuangkan.
Para anggota Kelompok Tani menyatakan akan tetap berjuang hingga titik darah penghabisan demi mempertahankan hak mereka atas tanah yang telah digusur tanpa ganti rugi. Mereka berharap bahwa sidang ini bisa menjadi langkah awal bagi keadilan untuk ditegakkan, dan pihak-pihak terkait dapat mendukung perjuangan mereka yang telah berlangsung selama bertahun-tahun.
“Kami sudah tidak punya pilihan lain. Ini adalah hak kami yang sudah lama dirampas, dan kami akan terus memperjuangkannya,” kata salah seorang anggota Kelompok Tani penuh haru.
Badrul, selaku pimpinan tim hukum, menambahkan bahwa penting bagi pemerintah dan masyarakat untuk turut mendukung perjuangan ini. “Kami berharap, perkara ini tidak hanya selesai di meja pengadilan, tetapi juga menjadi contoh bagi perusahaan lain agar menghormati hak-hak masyarakat yang kerap menjadi korban dalam konflik lahan seperti ini,” ujarnya.
Sementara itu, dukungan dari masyarakat terus berdatangan, termasuk melalui media sosial, yang banyak menyuarakan keadilan bagi Kelompok Tani. Pihak penggugat optimis bahwa perkara ini dapat menjadi momentum untuk menegakkan hukum yang adil, terutama dalam konflik lahan yang kerap kali membuat masyarakat kecil berada pada posisi yang rentan.
Dengan dukungan dari tim hukum yang berpengalaman, aksi solidaritas dari masyarakat, serta pengawasan publik, Kelompok Tani Usaha Bersama menaruh harapan besar pada sidang ini untuk meraih keadilan atas tanah yang mereka klaim sebagai hak mereka sejak lama.
Jurnalis – Lilik .S
Editor. – Djoko Kariyono.