Juli 30, 2025

Bagaimana Kisah Hawa Menginspirasi Pandangan Berbeda Tentang Peran Perempuan Dalam Budaya Dan Agama

0

TNIPOLRINEWS.COM –

PEMALANG – Kita sering mendengar bahwa semua manusia berasal dari satu pasangan pertama yaitu Adam dan Hawa, kisah mereka menjadi bagian penting dari tradisi agama-agama Abrahamik yaitu agama-agama monoteistik besar seperti Yahudi, Kristen dan Islam.

Walaupun berasal dari latar kepercayaan yang berbeda ketiga agama ini memiliki kisah serupa tentang penciptaan manusia yang melibatkan Adam dan Hawa.
Dalam Islam disebut Hawa, sedangkan dalam tradisi Kristen Yahudi disebut Hawa atau Ev.
Cerita intinya mirip pasangan pertama ini hidup di surga kemudian memakan buah terlarang, namun benarkah Hawa selalu memiliki peran dan cerita yang sama di setiap agama…..?

Pada kenyataannya ada perbedaan besar dalam detail kisah Hawa, misalnya tradisi mana yang pertama kali menceritakan kisah Lilit atau bagaimana konsep dosa dipahami dalam setiap kisahnya.

 

Kisah Adam Hawa sangat populer dan sering diangkat dalam seni dan diskusi budaya, namun setiap agama kadang menafsirkan dengan sudut pandang sendiri dalam skrip ini.

 

Kita akan membahas tiga versi berbeda tentang Hawa dalam tradisi Kristen, Yahudi dan Islam.

Setiap versi akan dijelaskan secara naratif lalu kita bandingkan perbedaannya dengan begitu kita bisa memahami bagaimana kisah Hawa menginspirasi pandangan berbeda tentang peran perempuan dalam budaya dan agama.

 

Melansir dari kanal YouTube Belajar Mitologi, Mari mulai dengan melihat versi Kristen, dalam tradisi Kristen cerita Adam dan Hawa terdapat di kitab Kejadian Perjanjian Lama.
Menurut narasi Alkitab Allah pertama-tama menciptakan Adam dari debu tanah, kemudian Allah membentuk seorang wanita dari salah satu tulang rusuk Adam untuk menjadi penolong dan teman hidupnya.

Hawa sering disebut sebagai ibu segala umat manusia, karena dari pasangan inilah manusia dipercaya berkembang biak.

Awalnya Adam dan Hawa
hidup tanpa dosa di Taman Eden dan tidak merasa malu akan keadaan mereka, Allah memberi satu perintah utama jangan makan buah dari pohon pengetahuan baik dan jahat, namun seekor ular sering diidentikkan dengan iblis membujuk Hawa untuk memakan buah terlarang itu.

Hawa lalu memakan buah tersebut dan juga memberikannya kepada Adam, akibatnya mata mereka terbuka untuk memahami baik dan buruk, mereka pun mulai merasa malu dan menutupi diri, Allah kemudian mengusir Adam dan Hawa dari surga sebagai hukuman atas ketidaktaatan tersebut.

Dalam narasiini Allah mengutuk ular dan memberi konsekuensi kepada Hawa dan Adam.
Hawa akan mendapat rasa sakit saat melahirkan dan Adam harus bekerja keras membajak tanah untuk mencari nafkah.

Peristiwa ketidaktaatan Adam dan Hawa ini dikenal dalam ajaran Kristen sebagai dosa asal,
doktrin ini menyatakan bahwa karena perbuatan pertama ini semua keturunan Adam dan Hawa lahir dalam keadaan
berdosa. Jadi dalam teologi Kristen, ketidaktaatan Adam Hawa membawa kecacatan moral yang diwariskan kepada
seluruh umat manusia, (dasar biblesnya ditemukan dalam kitab kejadian 3 juga dalam bagian lain seperti Mazmur pasal 51 ayat
5 dan surat Rasul Paulus misalnya Roma pasal 5 ayat
12 (doktrin dosa asal sendiri
diformulasikan oleh teolog awal seperti Santo Augustinus pada abad keempat).

Sebagai akibatnya ajaran Kristen
menekankan perlunya penebusan melalui Kristus agar dosa umat manusia dihapus,
bahkan dalam tradisi Katolik Hawa sering dibandingkan dengan Maria.
Maria disebut Hawa baru yang menebus kesalahan Hawa lewat kelahiran Yesus tanpa dosa.
Di luar konteks ibadah kisah ini juga memberikan banyak bahan renungan ketika Adam berkata bahwa Hawa yang membuatnya makan buah terlarang dan Hawa menjawab “Ular membujuk saya”.
Kita melihat contoh bagaimana manusia kadang mencari kambing hitam atas kesalahannya.
Banyak sarjana menafsirkan cerita ini secara alegoris,
ular bisa dilihat sebagai simbol godaan, dan pohon pengetahuan sebagai lambang tanggung jawab moral.
Meskipun zaman telah berubah kisah Adam Hawa tetap dianggap kaya makna tentang
ketidaktahuan manusia yang berubah menjadi sadar dan tentang kebutuhan moral akan aturan.

 

Dalam tradisi Yahudi kisah Adam dan Hawa juga terdapat dalam kitab Kejadian Intanah, inti narasinya sama, Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam untuk menjadi pasangannya, dan keduanya tinggal di Taman Eden dengan perintah yang sama tentang pohon terlarang, namun sangat
penting dicatat bahwa Yudaisme klasik tidak mengenal konsep dosa asal seperti dalam doktrin Kristen, tradisi Yahudi menekankan bahwa setiap manusia bertanggung jawab atas dosanya sendiri bukan atas kesalahan leluhur, dengan kata
lain kisah Adam Hawa dipahami sebagai momen pilihan moral bukan warisan dosa bagi anak cucu mereka.
Dalam Sastra Rabinik Midras dan Talmud muncul legenda tambahan tentang lilit yang tidak
ditemukan dalam teks Alkitab.
Lilit digambarkan sebagai istri pertama Adam yang dibuat dari tanah liat yang sama yang menolak untuk tunduk kepadanya.
Lilit meninggalkan Adam dan tidak mau kembali ke Taman Eden, setelah Lilit pergi barulah Hawa diciptakan sebagai
pendamping Adam penting dicatat bahwa kisah Lilit ini tidak disebut dalam teks kitab suci asli Tanak, namanya baru muncul dalam literatur Rabinik dan
mitologi Yahudi pasca biblikal, bahkan beberapa cendekiawan Yahudi ternama seperti Maimonides Rambam menolak
eksistensi Lilit dan menganggapnya sebagai mitos belaka.
Dengan demikian dalam praktik keagamaan Yahudi versi Kanonik hanya mengenal Hawa sebagai
istri pertama dan ibu manusia.
Cerita Hawa lebih banyak digunakan untuk memberi pelajaran moral, misalnya
tanggung jawab individu dan kemitraan suami istri.
Sebagai contoh ayat seorang
laki-laki akan meninggalkan ayah ibunya dan bersatu dengan istrinya (kejadian pasal 2 ayat 24 dibacakan dalam upacara pernikahan Yahudi untuk menegaskan pentingnya keluarga baru tanpa menyorot
dosa).
Sebagai kesimpulan versi Yahudi
Alkitab hanya mengenal Hawa dan menekankan kerja sama pasangan, sementara Lilit hanyalah bagian dari folklore yang tidak dijadikan dasar doktrin.

Dalam tradisi Islam Hawa bahasa Arab Hawa diakui sebagai pasangan Adam dan Ummi Albasyar atau ibu umat manusia, tetapi namanya tidak disebutkan dalam Al-Qur’an.

 

Dalam Al-Qur’an ia hanya disebut sebagai istri Adam, dan para ulama menyatakan bahwa istri tersebut adalah Hawa.
Al-qur’an menegaskan bahwa
Allah menciptakan manusia dari satu jiwa yang sama misalnya surah Annisa ayat 1
menyebut “Wahai sekalian manusia bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu.”

 

Hal ini menandakan bahwa Adam dan Hawa lahir dari hakikat yang setara sebagai
satu kesatuan, kisah dalam Al-Qur’an menyebutkan bahwa Adam dan Hawa hidup di surga dan sama-sama tergoda oleh godaan iblis.
Iblis ditampilkan sebagai makhluk yang sombong bukan sesosok ular, untuk memakan buah terlarang ketika keduanya
memakan buah itu.
Alquran menggambarkan
bahwa mereka menyadari kesalahan dan segera memohon ampun kepada Allah.
Karena itu Allah memaafkan Adam dan Hawa tanpa
mewariskan dosa kepada anak keturunan mereka, dengan kata lain dalam Islam tidak ada dosa asal, setiap manusia dilahirkan tanpa dosa bawaan dan hanya bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri.

Pandangan ini menekankan
keadilan dan kesetaraan gender, Hawa dihormati sebagai ibu umat manusia bukan sebagai sumber dosa.

Konteks Islam memperlihatkan cerita ini sebagai pelajaran tentang pengampunan dan
tanggung jawab bersama setelah peristiwa di surga Adam dan Hawa diturunkan ke bumi dan dipercaya memiliki anak
termasuk Kabil dan Habil yang mirip Kain Habel.

Meski Al-Qur’an tidak memberi
banyak detail tentang kehidupan mereka, selanjutnya fokus utama tetap pada mereka kembali kepada Allah.
Dengan taubat mengajarkan bahwa manusia selalu berpeluang dimaafkan dan
diperbaiki.

Jadi secara ringkas beberapa
perbedaan pokok dari ketiga versi cerita Hawa tersebut adalah satu penciptaan.
Dalam tradisi Kristen dan versi Yahudi dari kitab kejadian Hawa diciptakan dari salah satu tulang rusuk Adam, sebaliknya Islam menyebut bahwa Allah menciptakan Adam dan Hawa dari satu jiwa yang sama,
Dalam tradisi Rabinik Yahudi bahkan memiliki legenda tambahan lilit sebagai istri
pertama Adam sebelum Hawa, namun Lilit tidak disebut dalam teks kitab suci manapun.
Dua penyebab dosa dalam versi
Kristen, Hawa dibujuk ular untuk memakan buah terlarang, sehingga keduanya jatuh dalam dosa dan menurunkan dosa asal kepada keturunannya.
Dalam tradisi Yahudi Alkitab ceritanya sama tetapi tanpa doktrin warisan dosa, karena setiap orang bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri.

Dalam Islam Adam dan Hawa sama-sama tergoda oleh godaan iblis dan kemudian keduanya bertobat serta diampuni Allah, oleh karena itu Islam menekankan pengampunan dan tanggung jawab pribadi tanpa mengenal dosa yang diwariskan sejak lahir.

Tiga pandangan terhadap perempuan dalam interpretasi
tradisional Kristen Hawa kerap dilihat sebagai simbol awal mula dosa manusia dan kisahnya kerap digunakan untuk menjustifikasi norma patriarki seperti rasa sakit melahirkan dan perintah suami kepada istri, sebaliknya Islam dan tradisi Yahudi lebih menekankan
kesetaraan dan kemitraan, Hawa disebut Ibu umat manusia dan perempuan tidak dianggap lebih rendah secara inheren, karena kisah ini dari sini terlihat bahwa mitos Hawa sangat mempengaruhi cara masyarakat memandang peran perempuan.

Membandingkan tiga versi cerita Hawa ini menunjukkan betapa kaya dan kompleksnya warisan naratif agama-agama yang kita ada, di satu sisi kisah ini menegaskan bahwa seluruh umat manusia pada dasarnya bersaudara karena berasal
dari satu pasangan, hal ini bisa menjadi pengingat penting untuk saling menghormati dan menyadari persamaan kita,
terlepas dari agama atau latar belakang, di sisi lain perbedaan bagaimana setiap tradisi menafsirkan peran Hawa mencerminkan nilai-nilai budaya yang berkembang di masing-masing masyarakat,
misalnya beberapa interpretasi
tradisional Kristen menyoroti Hawa sebagai asal mula dosa, sementara Islam lebih menekankan pengampunan dan
kesetaraan, sementara itu legenda Lilit dalam tradisi Yahudi sering diangkat sebagai simbol kebebasan atau pemberontakan wanita, meski kisah ini bukan bagian dari teks suci.

Kisah Hawa mengajak kita berpikir kritis tentang peran perempuan dalam narasi keagamaan dan bagaimana nilai-nilai tersebut mempengaruhi pandangan masyarakat saat ini.

Dalam konteks modern, kita dapat mengambil pelajaran tentang pentingnya kesetaraan, saling menghormati dan
tanggung jawab pribadi.
Ingatlah bahwa di balik tiap versi ini ada pesan moral yang ingin disampaikan, bukan sekadar kisah mitologis.

Kita bisa belajar bahwa setiap tradisi mencoba mengambil hikmah dari kisah Hawa untuk menegaskan nilai-nilai kemanusiaan.
Sekali lagi…!, apa yang bisa kita pelajari dari perbedaan kisah ini, intinya kita diingatkan untuk selalu mencari pemahaman yang lebih dalam dan saling menghormati perbedaan.
Tokoh/sosok Hawa dalam berbagai wajahnya mengingatkan kita bahwa perempuan memegang peran penting dalam cerita umat manusia dan bahwa kita semua terkait sebagai satu keluarga besar.
Semoga ulasan ini menambah wawasan dan mengajak kita saling menghormati, “JIKA KAMU MERASA”,….!?

 

(Eko B Art).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *