Mustakim, Sosok Wartawan Mandiri yang Tak Kenal Lelah: Banyuwangi Jadi Saksi Semangat Jurnalisme Sejati
Banyuwangi, Tnipolrinews.com – Di tengah sejuknya suasana Banyuwangi, puluhan wartawan dari berbagai penjuru Jawa Timur berkumpul bukan sekadar untuk mengejar sertifikat, melainkan untuk membuktikan diri sebagai pewarta yang benar-benar kompeten.
Di antara mereka, ada nama Mustakim, sosok wartawan mandiri yang menginspirasi banyak orang dengan semangatnya yang tak pernah padam.
Tak mengenal lelah dan tak gentar oleh jarak maupun waktu, Mustakim menjadikan jalanan sebagai saksi perjuangannya dalam berkarya. Ia bukan sekadar peliput berita; ia adalah penjaga nilai-nilai luhur dalam dunia jurnalistik.
Di era yang penuh dengan kejar-kejaran viral dan sensasi, Mustakim memilih untuk tetap berpijak pada prinsip: menyampaikan kebenaran.
Gelaran yang berlangsung di Banyuwangi ini bukan sekadar agenda formalitas. Ini adalah ajang pembuktian. Para wartawan hadir dengan semangat tinggi, ingin membuktikan bahwa profesi mereka bukan hanya soal berita, tetapi tentang pengabdian.
Pengabdian pada nilai-nilai kebenaran, integritas, dan tentu saja, kepada masyarakat.
Dalam suasana yang penuh semangat itu, Mustakim menjadi satu dari sekian peserta yang mencuri perhatian. Sikapnya yang sederhana, namun dalam, memancarkan pesan kuat: wartawan sejati adalah mereka yang terus belajar, terus bergerak, dan tidak mudah menyerah.
“Kami di sini bukan untuk mencari pengakuan, tapi untuk memperkuat diri dalam menjaga marwah profesi,” ujarnya.
Tak hanya Mustakim, kisah inspiratif juga datang dari Didik Indrianto, wartawan berusia 54 tahun asal Dusun Banjarwaru, Desa Kelir, Kecamatan Kalipuro. Dengan tekad kuat, Didik mengendarai sepeda motor dari kampung halamannya menuju Banyuwangi demi mengikuti pelatihan dan uji kompetensi.
“Belajar itu sepanjang hayat,” katanya dengan penuh keyakinan. Semangatnya mengingatkan pada para pahlawan masa lalu—gigih, tak menyerah, dan tetap rendah hati. Didik hadir bukan untuk mencari sensasi, melainkan untuk menunjukkan bahwa usia bukanlah penghalang untuk terus berkembang.
Dalam pelatihan ini, para wartawan tidak hanya diasah secara teknis, tapi juga ditekankan pentingnya menjaga sinergi—kata yang sering terdengar, namun sering pula diabaikan maknanya. Sinergi antara media, masyarakat, dan kebenaran. Mereka didorong untuk tidak saling menjatuhkan antar media, melainkan menjaga marwah profesi bersama.
“Profesi wartawan itu mulia. Kita bukan hanya melaporkan, tapi menjaga nilai dan etika. Profesionalisme harus jadi pegangan utama,” pesan yang disampaikan dalam sesi penutupan. Kalimat itu mungkin terdengar klise di telinga sebagian orang, namun bagi mereka yang telah melewati dua hari penuh perjuangan, kata-kata itu terasa menembus hingga ke relung hati.
Para peserta akhirnya pulang dengan kepala tegak. Mereka bukan hanya membawa selembar sertifikat, tapi membawa semangat baru: untuk menjadi wartawan yang tak hanya piawai menulis, tapi juga teguh dalam nilai. Mereka siap kembali ke lapangan, menjadi penjaga pilar sinergi, serta pembawa pesan kebenaran di tengah riuhnya dunia informasi yang makin tak menentu.
Banyuwangi kini menjadi saksi bisu perjuangan mereka. Sebuah perjalanan singkat, tapi penuh makna. Dan Mustakim, bersama rekan-rekannya, telah menuliskan bab penting dalam buku besar jurnalisme Indonesia.
(Zackia FR)