Sikap Tak Terpuji Oknum Desa di Banyuwangi, Wartawan dan Ormas Jadi Korban

Banyuwangi || TNIPOLRINEWS.COM –Sikap arogan dan tidak transparan kembali mencoreng citra pelayanan publik di Banyuwangi. Seorang wartawan dan perwakilan organisasi masyarakat (ormas) yang hendak menjalankan tugas kontrol sosial di salah satu desa, justru disambut dengan perlakuan yang tidak mengenakkan, bahkan terkesan penuh kebencian.
Alih-alih mendapatkan sambutan hangat sebagaimana mestinya, narasumber yang enggan disebutkan namanya ini menceritakan pengalaman pahit saat mengunjungi kantor desa. Staf yang ditemui bukannya memberikan jawaban yang jelas dan sopan, melainkan bersikap acuh tak acuh dan memberikan tatapan sinis. Pertanyaan sederhana seputar pelayanan desa dijawab dengan berbelit-belit dan terkesan meremehkan.
”Mereka berlagak culun dan tatapan kebencian terhadap media juga ormas. Jawabannya berbelit-belit serta nampak bodoh, berlagak sombong. Bukannya dapat jawaban sopan, malah dapat jawaban tidak ada rasa sopan,” ungkap narasumber tersebut.
Ia menambahkan, sikap petugas desa ini seolah-olah alergi terhadap kehadiran media dan ormas yang sedang menjalankan fungsinya.
Sikap tak terpuji ini memunculkan pertanyaan besar: apakah aparat desa digaji untuk melayani masyarakat atau justru untuk membungkam suara-suara yang kritis?
Padahal, kehadiran media dan ormas pada dasarnya adalah bagian dari upaya kontrol sosial, yang bertujuan untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam
penyelenggaraan pemerintahan desa.
Perlakuan yang dialami oleh wartawan dan ormas ini sangat disayangkan. Tatapan ngalor-ngidul dan bahasa yang meremehkan menunjukkan ketiadaan rasa hormat. Nampak jelas ada rasa kebencian yang timbul saat mereka mengajukan pertanyaan sederhana, yang seharusnya menjadi bagian dari tugas dan tanggung jawab aparat desa.
Narasumber menegaskan, pejabat publik seharusnya tidak hanya bersikap ramah saat acara seremonial atau ketika sorotan kamera mengarah pada mereka. Mereka juga harus siap melayani dan mendengarkan masukan dari masyarakat, termasuk dari wartawan dan ormas, di setiap waktu.
Kasus ini menjadi cermin buruk bagi pelayanan publik di tingkat desa. Sikap aparat yang menutup telinga, menutup hati, dan tidak memiliki rasa sopan santun terhadap masyarakat, khususnya kepada pihak yang menjalankan fungsi kontrol sosial, harus segera dievaluasi.
Transparansi dan akuntabilitas mustahil terwujud jika pertanyaan sederhana saja dianggap sebagai gangguan, bukan sebagai bagian dari proses perbaikan.
Dengan demikian, diharapkan pihak terkait segera mengambil tindakan agar kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang, sehingga pelayanan publik di desa benar-benar dijalankan dengan profesionalisme dan penuh rasa hormat.
(Mustakim)