Proyek Irigasi Rp195 Juta di Lampung Timur Diduga Asal Jadi, Material Retak dan Pengawas Absen

TNIPOLRINEWS.COM –
Lampung Timur – Proyek peningkatan jaringan irigasi di Desa Tanjung Tirto, Kecamatan Way Bungur, Kabupaten Lampung Timur, yang bersumber dari APBN Tahun Anggaran 2025 senilai Rp195 juta, kini menuai sorotan tajam dari masyarakat.
Pantauan di lapangan menunjukkan dugaan kuat adanya penurunan kualitas pelaksanaan pada pekerjaan Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi (P3-TGAI) tersebut. Di lokasi, tampak tumpukan beton pracetak atau pasangan saluran irigasi dengan kondisi retak, pecah, dan tidak rata, bahkan sebelum dipasang.
Kondisi itu memperkuat dugaan bahwa komposisi adukan semen tidak sesuai standar teknis. Berdasarkan keterangan warga, campuran yang digunakan hanya sekitar 8 banding 1 (pasir lebih banyak daripada semen). Rasio ini jauh di bawah standar ideal yang biasa digunakan untuk konstruksi saluran irigasi ringan.

Lebih memprihatinkan, para pekerja di lokasi tidak mengenakan alat pelindung diri (APD) seperti helm, sepatu safety, maupun sarung tangan. Padahal, keselamatan kerja wajib diterapkan dalam setiap kegiatan pembangunan sesuai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
Selain itu, Tenaga Pendamping Masyarakat (TPM) yang seharusnya melakukan pendampingan teknis juga tidak tampak di lokasi proyek.
Papan proyek di area kegiatan hanya mencantumkan nama kegiatan, nilai anggaran, dan pelaksana (P3A Harapan Maju), tanpa keterangan volume pekerjaan, waktu pelaksanaan, serta penanggung jawab lapangan. Hal itu menyalahi Peraturan Menteri PUPR Nomor 8 Tahun 2019 tentang papan informasi proyek, yang mewajibkan transparansi penuh agar masyarakat dapat ikut mengawasi jalannya pekerjaan.
Kami heran, proyek pemerintah besar begini tapi pekerjaannya asal-asalan. Beton sudah retak, pengawas tidak pernah tampak, padahal dananya besar,” ujar seorang warga setempat yang meminta identitasnya dirahasiakan.

Proyek P3-TGAI sendiri merupakan program pemerintah pusat yang bertujuan meningkatkan efisiensi irigasi dan kesejahteraan petani melalui sistem swakelola. Namun, lemahnya pengawasan di lapangan berpotensi menurunkan kualitas hasil dan manfaat proyek tersebut.
Apabila terbukti terjadi penyimpangan dalam penggunaan dana atau pelaksanaan teknis, pihak pelaksana dapat dijerat dengan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
yang menyebutkan bahwa:
Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain, atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan yang dapat merugikan keuangan negara, dipidana dengan penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.”
Selain ancaman pidana, pelanggaran terhadap standar teknis dan keselamatan kerja (K3) juga dapat dikenai sanksi administratif hingga penghentian kegiatan oleh instansi pembina.
Masyarakat berharap Balai Besar Wilayah Sungai Mesuji Sekampung dan Inspektorat Kementerian PUPR segera melakukan audit lapangan dan pemeriksaan teknis menyeluruh, agar penggunaan dana APBN benar-benar tepat sasaran, transparan, dan memberi manfaat nyata bagi petani di Lampung Timur.
Reporter (AJ)