JANJI MANIS REKRUTMEN LOKAL RS MITRA KELUARGA DIANGGAP OMONG KOSONG, WARGA PAGERWOJO: “LULUSAN SARJANA KOK JADI SOPIR?”

——
SIDOARJO,tnipolrinews.com|
Kemarahan warga Desa Pagerwojo, Kecamatan Buduran, tak terbendung. Janji manis RS Mitra Keluarga Buduran untuk memprioritaskan tenaga kerja lokal kini dianggap hanya isapan jempol belaka, mengubah harapan besar menjadi kekecewaan pahit.
Warga yang tergabung dalam Gerakan Aspirasi Masyarakat Pagerwojo (GAMP) menuntut manajemen rumah sakit raksasa itu menepati komitmen sosial mereka. Investasi besar yang berdiri megah di tanah mereka dinilai gagal total membawa keadilan sosial bagi masyarakat sekitar.
”Kami menuntut rumah sakit membuka peluang kerja bagi warga lokal! Pembangunan harus berkeadilan sosial!” tegas Ketua GAMP, Bramada, S.H., dalam sosialisasi warga, Senin (10/11/2025).
Bramada menyayangkan sikap manajemen yang terkesan abai dan sombong. “Sejak awal pembangunan, kami sudah kooperatif. Kami berharap kehadiran RS Mitra Keluarga ini membawa angin segar, nyatanya yang kami dapat hanya asap kekecewaan. Ini preseden buruk bagi investasi di Sidoarjo,” lanjutnya.
Mirisnya, data GAMP membeberkan fakta pahit di lapangan. Dari total kebutuhan tenaga kerja yang disinyalir mencapai ratusan orang, diduga hanya empat warga Pagerwojo yang diterima. Sebuah angka yang sangat ironis dan tidak sebanding dengan besarnya dampak pembangunan yang dirasakan warga.
Lebih menyakitkan lagi, keempat warga itu pun ‘dilempar’ ke posisi non-medis seperti sopir dan petugas kebersihan. “Ini penghinaan,” sergah Bramada. “Ada pelamar kami S1 Kesehatan, S1 Akuntansi, kualifikasinya mumpuni. Kenapa sarjana kami kok jadi sopir? Ini jelas tidak menghargai kami sebagai warga asli.

“Tak hanya itu, GAMP juga menyoroti adanya tawaran ‘aneh’ yang justru menempatkan warga Pagerwojo di luar daerah, bahkan “dibuang” hingga ke luar Pulau Jawa. Tawaran ini jelas dianggap mencederai semangat rekrutmen lokal dan terkesan sebagai upaya “mengusir” secara halus.
Persoalan tidak berhenti di rekrutmen. Warga juga mulai mempertanyakan transparansi dana kompensasi sosial atau CSR dari rumah sakit. Dana yang disebut telah disalurkan melalui pemerintah desa itu kini tidak jelas bentuk maupun alurnya. “Dana itu raib kemana? Tidak ada transparansi sama sekali,” tukas Bramada.
Akibatnya, angka pengangguran terdidik di Pagerwojo tidak berkurang. “Anak-anak muda kami tetap menganggur, padahal ada rumah sakit besar di depan mata. Ini ketidakadilan yang nyata,” keluh seorang warga. Harapan perbaikan ekonomi lokal pun kini menguap.
GAMP memberi sinyal akan mengambil langkah lebih besar jika tuntutan ini diabaikan. “Kami tidak main-main. Jika tidak ada itikad baik dalam beberapa hari ke depan, jangan salahkan kami jika eskalasi gerakan lebih besar. Kami hanya menuntut hak kami sebagai warga terdampak,” tutup Bramada.
( Faisal dan Tim )