Sejarah Awal Warga Hanau Berak dan Desa Tetangga Menikmati Air Bersih serta Polemik Tata Kelola Intex Dusun Way Rilau

—–
Pesawaran, Tnipolrinews.com —
Sekitar tahun 1980 menjadi tonggak awal warga Desa Hanau Berak menikmati air bersih dari sumber mata air Dusun Way Rilau. Gagasan ini pertama kali dicetuskan oleh dr. Ma’as, seorang tenaga kesehatan yang mendapat dukungan penuh dari Kepala Desa Hanau Berak kala itu, Yunada Ali Hasan.
Atas inisiatif tersebut, warga Hanau Berak memperoleh bantuan pipa galvanis berukuran 3 inci sepanjang kurang lebih 6.000 meter dari World Health Organization (WHO). Pipa itu dipasang langsung dari sumber mata air Way Rilau dan dialirkan ke rumah-rumah warga Hanau Berak.
Pembangunan Intex Tahun 1986
Enam tahun kemudian, tepatnya pada 1986, dibangunlah infrastruktur air bersih (Intex) lengkap dengan fasilitas berupa bak penampung utama, bak penampungan kedua, pos kontrol, serta pagar tembok berpagar kawat berduri di sekitar area sumber air.
Pembangunan dilakukan atas nama PDAM Lampung Selatan, dengan pelaksana proyek dari Bandar Lampung bernama Bapak Parmin.Warga desa setempat ( Hanau Berak ) Nasoba mengungkapkan ikut bekerja pada saat pembangunan Intex tersebut pada tahun 1986.
Setelah rampung,dan ofrasional pada tahun 1987,sumber mata air Way Rilau memiliki dua jalur saluran pipa:
1. Pipa bantuan WHO, untuk kebutuhan warga Desa Hanau Berak.
2. Pipa PDAM Lampung Selatan, yang menyalurkan air ke desa-desa tetangga seperti Khepong Jaya, Tambangan, Paya, dan Way Urang.
Namun, seiring waktu, debit dan aliran air tidak lagi optimal akibat kerusakan fasilitas karena usia dan minimnya perawatan.
Kondisi Terkini
Pantauan lapangan menunjukkan bahwa pipa saluran, bak penampung utama, dan bak penampungan kedua banyak mengalami kebocoran.
Area sumber air kini terbuka tanpa pagar dan atap bangunan, setelah struktur lamanya dirobohkan oleh pihak PDAM.
Dugaan Permasalahan Lahan
Nasoba, warga Hanau Berak sekaligus jurnalis, mengungkapkan bahwa pada tahun 2022 ia menelusuri status lahan dan legalitas Intex Way Rilau.
Menurut keterangan Amiril Bahua, lahan sumber air Way Rilau merupakan milik orang tuanya, almarhum Salim.
“Sejak dibangun oleh PDAM Lampung Selatan tahun 1987, tidak pernah ada kesepakatan ganti rugi antara pemilik lahan dengan pihak PDAM,” ujar Nasoba menirukan keterangan Amiril.
Keterangan dari Pihak PDAM
Masih pada tahun yang sama, Nasoba sempat mengonfirmasi hal tersebut kepada Desmiana, Kepala Unit Pelayanan PDAM Cabang Way Ratai.
Menurutnya, PDAM Unit Way Ratai memiliki tiga Intex, yakni:
Dua di Desa Selo Rejo, Kecamatan Way Ratai.
Satu lagi di Desa Hanau Berak, Kecamatan Padang Cermin.
“PDAM Unit Way Ratai memiliki tiga Intex — dua di Selo Rejo, satu lagi yang baru di Desa Hanau Berak,” ujar Desmiana.
Namun, pernyataan itu menimbulkan pertanyaan, karena Intex yang disebut “baru” di Hanau Berak sejatinya adalah sumber air Way Rilau yang telah dimanfaatkan warga sejak 1980.
Ketika ditanya dasar kepemilikan lahan, Desmiana menyebut adanya surat hibah tahun 2020 dari Kepala Desa Hanau Berak Inisal MGA.
Hal serupa juga disampaikan oleh Direktur PDAM Pesawaran saat itu, Toga Torop, yang menyebut surat hibah tersebut sebagai dasar kepemilikan PDAM.
Dari penelusuran lebih lanjut, aparatur desa di masa kepemimpinan Kades ( MGA ) diduga menerima dana tali asih sebesar Rp30 juta dari PDAM Pesawaran atas terbitnya surat hibah lahan sumber air Dusun Way Rilau.
Pertemuan di Kecamatan Padang Cermin
Masih pada tahun 2022, Direktur PDAM Pesawaran Toga Torop dipanggil oleh Asisten I Pemkab Pesawaran (alm. Drs. Sukur) ke kantor Camat Padang Cermin.
Pertemuan itu dihadiri oleh Thamrin (DRD), Camat Padang Cermin Darlis, Kepala Desa Hanau Berak Ahmad Alamsyah, Desmiana (Kepala Unit PDAM Way Ratai), serta sejumlah wartawan.
Dalam pertemuan tersebut, Asisten I menegaskan agar PDAM tidak memperjualbelikan aset negara.
Usai rapat, kepada wartawan, Toga Torop membenarkan adanya pemberian kompensasi kepada aparatur Desa Hanau Berak.
“Ada entah dana apa itu,” kata Toga Torop singkat.
Sejarah Pipa Bantuan WHO
Nasoba menambahkan, pipa bantuan WHO tahun 1980 dipasang secara sederhana tanpa bangunan permanen seperti Intex.
“Pipa hanya dimasukkan ke sumber mata air lalu dialirkan langsung ke rumah-rumah warga. Masih alami waktu itu, belum ada meteran,” kenangnya.
Hingga berita ini diterbitkan, permasalahan tata kelola dan kejelasan status lahan sumber air Dusun Way Rilau belum menemukan titik terang.
Kondisi Intake dan fasilitas yang dibangun sejak tahun 1987 kini tampak tak terawat dan terbengkalai.
Bangunannya terbuka, tidak berpagar, serta tidak terpelihara sebagaimana mestinya aset perusahaan daerah penyedia air bersih.
( Sigit Muharso )