Diduga Tak Transparan dan Rugikan Nasabah, BRI Rajawali Surabaya Dilaporkan ke Polda Jatim

SURABAYA || Tnipolrinews.com –
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang Rajawali, Surabaya, menghadapi masalah serius setelah dilaporkan ke Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur atas dugaan Tindak Pidana Perbankan. Laporan ini dilayangkan oleh seorang debitur yang merasa dirugikan akibat ketidaktransparanan bank dalam penyediaan dokumen perjanjian kredit dan rincian angsuran, yang berujung pada munculnya lelang aset secara tiba-tiba.
Laporan Polisi resmi telah tercatat di Polda Jatim dengan Nomor: LP/B/1567/XI/2025/SPKT/POLDA JAWA TIMUR, tertanggal 05 November 2025. Pihak Terlapor adalah Pegawai BRI KC Tanjung Perak.
Debitur, Slamet Mulyanto bersama sang istri, didampingi tim kuasa hukum, memutuskan melaporkan bank setelah upaya berbulan-bulan meminta haknya untuk mendapatkan salinan perjanjian kontrak dan rincian angsuran kredit—termasuk pasca-restrukturisasi—tidak dipenuhi. Puncaknya, aset yang dijaminkan justru dilelang mendadak.
Kuasa hukum debitur, Khoirul Soleh, S.H., menjelaskan bahwa polemik ini berawal sejak tahun 2019. “Perjuangan debitur sejak tahun 2019 mondar mandir ke Bank BRI tidak membuahkan hasil dan terkesan di pimpong,” kata Khoirul. Permintaan dokumen tersebut, menurut tim hukum, adalah hak mutlak debitur dan seharusnya tidak bersifat rahasia.
Arief Dairobi, S.H., advokat lain dari tim hukum, menegaskan kekecewaan terhadap prosedur bank.
“Permintaan klien kami awalnya sangat sederhana, yaitu salinan perjanjian kontrak dan print out perincian angsuran. Permintaan ini adalah hak mutlak debitur dan bersifat tidak rahasia,” tegas Arief.
Laporan Polisi tersebut menduga adanya tindakan perbuatan melanggar hukum Perbankan sebagaimana diatur dalam Pasal 49 ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang mengatur tentang tindakan yang dapat merugikan kepentingan nasabah.

Secara spesifik, Khoirul Sholeh juga merujuk pada Pasal 1314 ayat (3) KUHPerdata, yang menggarisbawahi kewajiban Kreditur (Bank) untuk memberikan informasi yang dibutuhkan kepada Debitur.
Ketidaktransparanan ini berdampak signifikan pada debitur. “Debitur bukan hanya mengalami kerugian materiil tapi juga imateriil pada psikologi yang diakibatkan hilangnya hubungan kerja dengan para kliennya, akibat postingan tempat usaha yang dilelang ke sosial media oleh sebuah akun Yuwono Property,” jelas Arief.
Lebih lanjut, tim kuasa hukum menemukan adanya ketimpangan lain. “Bahkan ditemukan ketimpangan bahwa dari perjanjian kedua munculnya surat notaris tentang perjanjian investasi tanpa diketahui oleh debitur, karena pada saat penandatanganan debitur tidak di jelaskan atau dibacakan isi detail dari perjanjian tersebut, hal itu jelas merugikan klien kami,” tandas Arief
Tim kuasa hukum berharap dengan adanya laporan ke Polda Jatim, pihak Bank BRI dapat segera kooperatif dan memberikan hak-hak debitur sesuai dengan peraturan hukum dan kesepakatan yang berlaku.(Arju Herman)