November 19, 2025

Bunda PAUD Dari Wilayah Yang Secara Geografis Sulit Dijangkau, Terus Menunjukkan Ketangguhan Dan Kreativitas Luar Biasa

0
IMG-20251119-WA0250

PEMALANG, tnipolrinews.com – Dalam lanskap yang lebih menantang, para Bunda PAUD dari daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (3T) turut menunjukkan ketangguhan luar biasa. Mereka harus melawan keterbatasan jarak, listrik, internet, fasilitas belajar, hingga kebutuhan adaptasi budaya. Namun, semangat mereka tidak pernah padam. Setiap langkah kecil yang diambil menjadi bukti bahwa pendidikan anak usia dini dapat tumbuh kuat di mana pun selama ada kolaborasi, keberpihakan kebijakan, dan komitmen yang tidak pernah pudar.

Perjuangan Heroik dari Ujung Timur Indonesia.

-Di berbagai pelosok Nusantara, para Bunda PAUD dari wilayah yang secara geografis sulit dijangkau terus menunjukkan ketangguhan dan kreativitas luar biasa. Tantangan mereka bukan hanya soal fasilitas, tetapi juga jarak tempuh yang ekstrem, kondisi ekonomi masyarakat, hingga kebutuhan menjaga identitas budaya. Namun, semangat mereka tidak pernah surut—justru menjadi pengingat bahwa pendidikan anak usia dini dapat tumbuh kuat di mana pun, selama diiringi komitmen dan keberpihakan yang konsisten.

-Dari Kabupaten Seram Bagian Timur, Maluku, Ika Alkatiri—peraih Wiyata Dharma Pratama Kabupaten/Kota Daerah Khusus—menceritakan bagaimana untuk menjangkau satu PAUD ke PAUD lain, ia harus menyeberang laut atau berjalan kaki berjam-jam. Namun, kondisi itu tidak menyurutkan tekadnya. Melalui program “Jemput Bola dan PAUD Terapung,” ia memanfaatkan kapal nelayan serta balai desa sebagai ruang belajar alternatif. Dengan cara ini, anak-anak di pulau-pulau kecil yang terpisah dari daratan tetap dapat memperoleh layanan PAUD. “Apresiasi ini menguatkan kami bahwa perjuangan di ujung timur Indonesia tidak sia-sia,” ujarnya, menegaskan semangat para guru yang tetap mengajar meski hanya menerima gaji seadanya.

-Di Desa Sungai Baung, Sarolangun, Jambi, Yani Fitriyati—peraih Inovatif 1 kategori Kelurahan/Desa—menghadapi tantangan yang tak kalah berat: mayoritas masyarakat adalah buruh tani yang bekerja sejak subuh hingga sore, membuat anak-anak minim stimulasi belajar di rumah. Yani merespons situasi itu dengan menggagas “Program PAUD Sore untuk Orang Tua,” sebuah pelatihan praktis yang membantu orang tua memanfaatkan waktu singkat sepulang kerja untuk bermain sambil belajar dengan anak. Ia bahkan mengajarkan pembuatan mainan edukatif dari bahan bekas agar tidak menambah beban biaya keluarga. “Kami harus mendidik orang tua dulu, baru anak-anak bisa terdidik,” katanya. Ia berharap pemerintah daerah dapat memberikan dukungan operasional lebih besar agar pendidik dapat fokus melayani anak tanpa terbebani masalah biaya.

-Dari Kabupaten Deiyai, Papua Tengah, Fransina Rumbiak, S.KM—peraih Wiyata Dharma Madya Kabupaten/Kota Daerah Khusus—berjuang memastikan kurikulum PAUD tetap relevan dengan budaya lokal. “Di Papua Tengah, kami memastikan pendidikan PAUD tidak menghilangkan identitas anak,” tuturnya. Melalui inovasi “Belajar Sambil Berburu dan Meramu Cerita,” ia mengintegrasikan aktivitas khas masyarakat seperti berburu, berkebun, hingga penuturan cerita rakyat ke dalam pembelajaran harian. Pendekatan ini membuat anak merasa dekat dengan lingkungannya dan menumbuhkan rasa bangga pada akar budaya mereka. Namun, perjuangan tersebut tidak lepas dari kendala minimnya fasilitas, terbatasnya buku, serta tenaga pendidik yang sulit menetap. “Penghargaan ini memacu kami untuk terus memperjuangkan fondasi pendidikan yang kuat bagi anak-anak Papua—tanpa meninggalkan identitas mereka,” tegasnya.

Para Bunda PAUD merumuskan tiga komitmen kolektif untuk masa depan:

Para Bunda PAUD dari berbagai daerah menegaskan tiga komitmen utama untuk memperkuat layanan PAUD di tahun 2026. Pertama, penguatan karakter dan kualitas guru, dengan harapan adanya program beasiswa serta penempatan guru PAUD profesional yang siap mengabdi di wilayah terpencil. Kedua, dorongan pada inovasi berkelanjutan, yakni pengembangan praktik baru yang terukur dan pemanfaatan teknologi secara bijak meski dihadapkan pada keterbatasan listrik dan internet. Ketiga, mereka menyerukan dukungan penuh pemerintah daerah, terutama dalam penyediaan APE dan perbaikan bangunan agar anak-anak di daerah sulit dapat belajar di lingkungan yang aman dan layak.

“Apresiasi Bunda PAUD Nasional 2025 telah menyuntikkan motivasi yang tak terhingga, terutama bagi kami yang sering merasa terisolasi,” ujar perwakilan Bunda PAUD Aceh Timur. Dengan membawa tema “Setahun Awal, Bekal Sepanjang Masa”, mereka berjanji kembali pada 2026 dengan praktik yang lebih matang, membawa semangat baru untuk memastikan bahwa setiap anak Indonesia—baik di kota besar maupun pelosok terpencil—mendapatkan tahun-tahun awal terbaik dalam hidupnya. Semangat positif ini menjadi energi baru bagi Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah untuk terus memperkuat layanan PAUD, memastikan pondasi kokoh bagi lahirnya Generasi Emas 2045.

Melansir dari Pemberitaan Redaksi https://kemendikdasmen.go.id, terbitan Tanggal 18 November 2025, disebutkan bahwa “Apresiasi Bunda PAUD Tingkat Nasional 2025 bukan sekadar seremoni, melainkan ruang penting untuk mendengar praktik baik dan tantangan nyata dari para pejuang PAUD di lapangan. Dari kota besar dengan akses memadai hingga daerah terpencil yang membutuhkan perjuangan ekstra, para Bunda PAUD menunjukkan bahwa inovasi sejati justru tumbuh dari keterbatasan—ditopang dedikasi kuat untuk masa depan anak Indonesia”.

Di Kalimantan Selatan, Fathul Jannah Muhidin, peraih Wiyata Dharma Utama tingkat provinsi, membuktikan kekuatan sinergi lewat program PAUD Holistik Integratif Berbasis Komunitas. Ia menggandeng Posyandu dan dinas kesehatan untuk menekan angka stunting, memastikan layanan PAUD menyentuh aspek akademik, kesehatan, dan gizi. “PAUD tidak boleh hanya fokus pada akademik,” tegasnya, menggarisbawahi peran masyarakat sebagai garda terdepan penguatan gizi anak.

Dari Surabaya, Rini Indriyani Eri Cahyadi membawa semangat inklusivitas melalui PAUD Inklusi dan Digitalisasi Ceria. Program ini memastikan anak berkebutuhan khusus dapat belajar bersama teman sebayanya. “Tidak ada anak yang tertinggal,” ujarnya. Ia memperkuat kompetensi guru dan meluncurkan aplikasi edukatif berbasis budaya lokal, membuka akses belajar yang setara dan ramah bagi semua anak.

Kisah inspiratif dari Jakarta Selatan datang dari Nurul Istihar Humairah, Bunda PAUD Kelurahan Cipulir dan peraih kategori Inovatif 1 Kelurahan/Desa. Melalui Program Literasi Keluarga dan Lingkungan, ia mengubah keterbatasan fasilitas menjadi kekuatan. Taman kota disulap menjadi ruang belajar melalui kegiatan Dongeng di Taman yang melibatkan orang tua dan memperkuat ikatan keluarga. Program ini kini diperluas hingga ke seluruh RT, memastikan setiap rumah menjadi tempat pendidikan pertama yang penuh makna.

Sementara itu, Femega Dian Putriani dari Kecamatan Semarang Barat—peraih Inovatif 1 Kecamatan—menghadirkan terobosan kesehatan melalui Kemitraan Sehat PAUD–Puskesmas. Setiap anak dipastikan memiliki Kartu Kesehatan Anak dan mendapatkan vaksinasi lengkap tepat waktu. “Kesehatan dan pendidikan adalah dua sisi mata uang yang harus berjalan beriringan,” ungkapnya. Koordinasi rutin PAUD dan Puskesmas membuat isu kesehatan anak dapat ditangani cepat dan terukur.
(Eko B Art)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *