Harga Pupuk Bersubsidi di Desa Mekarsari Jadi Sorotan, Warga Keluhkan Selisih Harga dan Legalitas Kios
PANDEGLANG-BANTEN, tnipolrinews.com – Selasa, 23 Desember 2025, masyarakat Desa Mekarsari, Kecamatan Panimbang, Kabupaten Pandeglang, Banten, menyampaikan keluhan terkait harga pupuk bersubsidi yang mereka beli untuk kebutuhan pertanian. Keluhan tersebut mencuat setelah warga mengungkapkan bahwa harga pupuk yang beredar di tingkat petani dinilai melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET) yang telah ditetapkan pemerintah.
Pupuk bersubsidi jenis Urea dan Ponska dijual kepada petani dengan harga Rp120.000 per karung (50 kilogram). Harga tersebut berlaku untuk masing-masing jenis pupuk. Petani biasa menyebut pembelian “satu-satu”, yakni satu karung Urea dan satu karung Ponska dengan total harga Rp240.000.
Sementara itu, untuk pembelian dua kintal (empat karung), petani harus membayar hingga Rp480.000.
Keluhan disampaikan oleh masyarakat dan petani Desa Mekarsari. Awak media kemudian mengonfirmasi langsung kepada Uwa Bayong, selaku pemilik kios pupuk yang melayani kebutuhan petani setempat. Selain itu, nama Hj. Saran dan Hj. Saman juga disebut sebagai pihak kios atau jaringan penyalur pupuk di wilayah tersebut.
Peristiwa ini terjadi di Desa Mekarsari, Kecamatan Panimbang, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten, wilayah yang mayoritas masyarakatnya menggantungkan hidup dari sektor pertanian.
Keterangan dan konfirmasi disampaikan pada Selasa, 23 Desember 2025.
Menurut keterangan warga, harga pupuk bersubsidi yang mereka beli sudah menjadi kebiasaan di lapangan, meski dinilai tidak sesuai dengan HET.
Sementara itu, pemilik kios menjelaskan bahwa adanya biaya tambahan berupa ongkos ojek atau transportasi menjadi alasan utama naiknya harga dari harga kios ke harga yang diterima petani.
Saat dikonfirmasi awak media melalui sambungan telepon, Uwa Bayong menjelaskan bahwa harga dasar pupuk bersubsidi yang ia jual sebenarnya Rp110.000 per karung dengan berat 50 kilogram. Namun karena pupuk harus diantar ke petani menggunakan jasa ojek, maka harga akhirnya menjadi Rp120.000 per karung.
“Kalau dari kios mah seratus sepuluh ribu per karung, tapi karena ada ongkos ojek, akhirnya jadi seratus dua puluh ribu,” jelasnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa HET pupuk bersubsidi sejatinya Rp90.000 per karung, namun menurutnya kondisi di lapangan membuat harga tersebut sulit diterapkan. Bahkan, ia menyebut bahwa Hj. Saran juga menjual pupuk dengan harga yang sama.
“Tanya saja ke kios-kios, rata-rata segitu harganya,” tambahnya.
Lebih lanjut, saat ditanya mengenai legalitas kios, Uwa Bayong mengakui bahwa kios pupuk yang ia kelola belum memiliki nama resmi dan belum terpasang papan kios. Kios tersebut saat ini masih bersifat sementara dan digunakan untuk menanggulangi kebutuhan pupuk anggota kelompok tani.
“Belum resmi, cuma nanggulangi punya anggota. Ngambil pupuk ke sini dari RT Kartono, cabang dari Hj. Saman,” ungkapnya.
Ia juga menyebut bahwa kios tersebut telah berjalan sekitar tiga tahun sebagai cabang, namun proses peresmian kios masih menunggu arahan lebih lanjut.
“Kata Pak Tri nanti saja tahun depan, saya tergantung komandan juragan. Kalau surat-suratnya sudah lengkap,” katanya.
Sementara itu, berdasarkan arahan dari Koordinator Penyuluh Lapangan (Korluh), untuk sementara kios tersebut diperbolehkan mengambil pupuk berdasarkan RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok) dan menjual pupuk dari jatah anggota kelompok tani terlebih dahulu.
“Bawa jualan dari anggota kelompok dulu bisa, kata Pak Korluh,” jelas Uwa Bayong.
Masyarakat Desa Mekarsari berharap agar pemerintah daerah, dinas pertanian, serta instansi pengawas dapat turun langsung ke lapangan untuk memastikan harga pupuk bersubsidi sesuai HET, serta menertibkan legalitas kios pupuk agar penyaluran pupuk bersubsidi benar-benar tepat sasaran, transparan, dan tidak memberatkan petani.
Jurnalis: Mukri