Desember 6, 2025

PEMBERI KUASA TERPAKSA: YALPK Soroti Hilangnya Persetujuan Sadar Konsumen dalam Proses Jaminan Fidusia

0

​Sidoarjo || Tnipolrinews.com –

(6/12/25) Dunia pembiayaan di Indonesia diguncang oleh temuan serius mengenai praktik pembuatan Akta Jaminan Fidusia. Berdasarkan hasil pengawasan mendalam yang dilakukan oleh Yayasan Advokasi Lembaga Perlindungan Konsumen (YALPK GROUP), terkuak indikasi kuat adanya pelanggaran sistematis oleh perusahaan pembiayaan (leasing/finance) yang berpotensi merugikan jutaan konsumen. Ini bukan sekadar kelalaian administrasi, melainkan ancaman nyata terhadap fondasi perlindungan konsumen di sektor jasa keuangan.

​Inti dari permasalahan ini adalah dugaan pembuatan Akta Jaminan Fidusia tanpa kehadiran langsung konsumen sebagai pihak pemberi fidusia di hadapan notaris. Padahal, Akta Fidusia adalah dokumen fundamental yang menjadi basis hukum eksekusi jaminan.

​Untuk menutup celah ketidakhadiran ini, perusahaan leasing diduga menggunakan Surat Kuasa yang sudah disiapkan secara sepihak. Surat Kuasa ini, yang digunakan dalam format yang seragam untuk semua konsumen, adalah perwujudan sempurna dari klausula baku sebagaimana didefinisikan dalam Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK).

​Secara substansial, dokumen ini menyerahkan kuasa penuh kepada leasing untuk membebankan jaminan atas barang yang dibeli secara angsuran, bahkan memberi mereka kewenangan untuk bertindak atas nama konsumen dalam penandatanganan Akta Fidusia.

​Praktik ini, tegas YALPK GROUP, merupakan pelanggaran hukum yang terang-terangan terhadap Pasal 18 ayat (1) huruf h UUPK, yang secara spesifik melarang klausula baku yang:

​”menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.”

​Surat Kuasa yang digunakan leasing justru dibuat untuk melegitimasi praktik terlarang yang dilarang oleh UUPK.
​Lebih mengkhawatirkan lagi, substansi Surat Kuasa tersebut menciptakan situasi konflik kepentingan (conflict of interest) yang tak terhindarkan.

Pihak leasing berperan rangkap: sebagai pihak yang membuat dokumen kuasa, menerima kuasa, dan sekaligus melaksanakan kuasa. Hal ini menghilangkan hak fundamental konsumen untuk mengetahui, memahami, dan memberikan persetujuan yang sah, melanggar Pasal 4 huruf c, d, dan g UUPK mengenai hak atas informasi yang benar, hak untuk didengar, dan hak untuk diperlakukan secara benar dan jujur.

​Implikasi hukum dari praktik ini sangat berat. Berdasarkan Pasal 18 ayat (3) UUPK, setiap klausula baku yang melanggar ketentuan dilarang dinyatakan batal demi hukum.

​”Dengan demikian,” tegas Bramada, S.H., CPLA, Ketua Harian YALPK GROUP, “Surat Kuasa tersebut tidak memiliki kekuatan hukum, dan seluruh tindakan hukum yang dilakukan berdasarkannya, termasuk penerbitan Sertifikat Jaminan Fidusia, berpotensi tidak sah dan cacat hukum.”

​Jika Sertifikat Jaminan Fidusia yang menjadi basis eksekusi jaminan dinyatakan cacat hukum, maka seluruh proses penarikan atau eksekusi yang dilakukan oleh leasing juga dapat digugat keabsahannya, menciptakan ketidakpastian hukum yang merugikan semua pihak.

​Temuan ini membawa kita pada pertanyaan tentang peran otoritas pengawas. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia mensyaratkan pendaftaran jaminan untuk memberikan kepastian hukum dan hak eksekutorial (parate executie). Namun, proses pendaftaran yang didasarkan pada dokumen cacat hukum (Surat Kuasa) membuat Sertifikat Fidusia kehilangan kekuatannya.

​Lebih lanjut, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memiliki mandat kuat melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) terkait dengan Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan. Meskipun POJK telah mengatur kewajiban transparansi dan keadilan, praktik di lapangan menunjukkan bahwa celah hukum ini masih dimanfaatkan.

​Kami mendesak OJK untuk tidak hanya berfokus pada kesehatan finansial perusahaan, tetapi juga pada kepatuhan mutlak terhadap UUPK. Praktik ini mencederai semangat UU Perbankan dan regulasi sektor jasa keuangan yang mewajibkan penerapan prinsip kehati-hatian dan perlindungan nasabah.

​Kami mendorong OJK dan lembaga terkait untuk segera melakukan audit mendalam terhadap proses Akta Fidusia yang dilakukan oleh seluruh perusahaan leasing/finance.

​Tuntutan YALPK GROUP kepada Otoritas:

-​Audit Kepatuhan: Lakukan audit forensik terhadap penggunaan Surat Kuasa baku dalam proses pembuatan Akta Fidusia.

-​Sanksi Tegas: Berikan sanksi berat kepada leasing yang terbukti melanggar Pasal 18 UUPK dan sengaja menciptakan konflik kepentingan.

-​Reformasi Prosedur: OJK harus mengeluarkan regulasi yang secara eksplisit melarang dan memperketat prosedur penggunaan Surat Kuasa dalam pembebanan jaminan fidusia.

​Perlindungan konsumen adalah pilar stabilitas ekonomi. Leasing tidak boleh menggunakan dokumen baku sebagai senjata untuk mengabaikan hak konsumen. YALPK GROUP akan terus melakukan pengawasan dan siap mengambil langkah hukum untuk memastikan kepatuhan, transparansi, dan keadilan ditegakkan di sektor pembiayaan. Perlindungan konsumen adalah harga mati!.(Arju Herman)

Penulis: Bramada Pratama Putra, S.H., CPLA, Ketua Harian YALPK GROUP

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *