Polemik Peresmian Parkir SMAN 1 Talangpadang,Aroma Kepentingan Tersembunyi dan Sorotan pada Pejabat

Tnipolrinews.com |
Tanggamus, Lampung – Peresmian lahan parkir di SMA Negeri 1 Talangpadang pada Senin, 10 November 2025, memicu tanda tanya besar di kalangan masyarakat. Kehadiran sejumlah pejabat—Camat Talangpadang, Kakon Banjarsari, Babinsa Koramil Talangpadang, serta perwakilan Pemerintah Provinsi Lampung—justru mengundang kecurigaan akan potensi pelanggaran hukum dan konflik kepentingan.
Sumber terpercaya dari pengelola parkir yang lama mengungkap, pengelolaan parkir SMAN 1 Talangpadang selama sembilan tahun terakhir dilakukan pihak ketiga dengan setoran bulanan sekitar Rp2 juta ke sekolah. Namun, kerjasama ini mendadak dihentikan setelah sekolah meminta kenaikan setoran 35 persen.
“Alasan sekolah, kenaikan untuk membayar guru honorer, satpam, dan petugas kebersihan. Tapi kami juga punya karyawan yang harus digaji. Parkiran ini berjalan sembilan tahun tanpa masalah, kenapa tiba-tiba harus berhenti?” kata Dendi, mantan pengelola parkir.
Ironisnya, selama sembilan tahun beroperasi, tidak ada peresmian resmi. Lahan parkir baru yang belum lama beroperasi justru diresmikan dengan seremoni mewah dan dihadiri para pejabat.
Siswa Dilarang Parkir di Lokasi Lama:
Sejumlah siswa mengeluhkan larangan parkir di lokasi lama. Beberapa merasa diintimidasi untuk hanya menggunakan lahan parkir baru.
“Kami biasa parkir di tempat lama, tapi sekarang tidak boleh lagi. Katanya kalau masih parkir di sana, kami bisa ditegur,” ungkap seorang siswa anonim.

Situasi ini memunculkan dugaan adanya keberpihakan yang mengutamakan kepentingan ekonomi di atas kepentingan siswa.
Merujuk Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016, sekolah negeri dilarang melakukan pungutan dalam bentuk apapun kepada peserta didik atau pihak ketiga, kecuali sumbangan sukarela yang tidak mengikat dan transparan.
Praktik setoran rutin dari pengelola parkir ke sekolah, dengan dalih membayar guru honorer dan petugas sekolah, berpotensi melanggar hukum dan tergolong pungutan liar (pungli).
Landasan Hukum yang Relevan:
1. Pasal 12 huruf e UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 (Tipikor): Pejabat publik yang menerima imbalan terkait jabatan dapat dipidana maksimal 20 tahun penjara dan denda hingga Rp1 miliar.
2. Pasal 423 KUHP: Pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan untuk memaksa seseorang memberikan sesuatu dapat dipidana penjara paling lama 6 tahun.
3. Permendikbud Nomor 44 Tahun 2012: Sekolah negeri tidak boleh menarik pungutan atau menjalin kerjasama komersial tanpa dasar hukum dan izin tertulis dari Dinas Pendidikan Provinsi.
Kehadiran Camat Talangpadang, Kakon Banjarsari, dan perwakilan Pemprov Lampung dalam peresmian menjadi sorotan. Masyarakat mempertanyakan pemahaman mereka tentang implikasi hukum acara tersebut.
“Seharusnya mereka tahu dulu konteksnya sebelum hadir. Jangan sampai kehadiran mereka justru memberikan pembenaran terhadap kegiatan yang berpotensi melanggar aturan pendidikan dan keuangan negara,” tegas seorang tokoh masyarakat Talangpadang.

Dalam hukum administrasi, kehadiran pejabat pada kegiatan bermasalah dapat dianggap sebagai legitimasi moral.
Sebagai bagian dari Dinas Pendidikan Provinsi Lampung, SMAN 1 Talangpadang harus diawasi ketat terkait kerjasama dengan pihak luar yang melibatkan dana. Kerjasama komersial harus berdasar hukum yang jelas dan izin tertulis dari Dinas Pendidikan Provinsi.
Aparat penegak hukum diharapkan proaktif menyelidiki dugaan pungli dan penyalahgunaan wewenang di SMAN 1 Talangpadang. Transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana sekolah harus diprioritaskan.
Masyarakat Talangpadang berharap kasus ini diusut tuntas dan pelaku pungli serta penyalahgunaan wewenang diproses sesuai hukum. Dinas Pendidikan Provinsi Lampung diharapkan meningkatkan pengawasan pengelolaan dana sekolah untuk mencegah kasus serupa.(N.Heriyadi)