Maret 13, 2025

Sidang Putusan Kasus Perkosaan Anak Disabilitas Dibawah Umur Ditunda dan akan Digelar Pekan Depan

0

Sidoarjo, TNIPOLRIMEWS.COM – Sidang dengan agenda putusan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo, atas kasus dugaan pemerkosaan terhadap BIM, seorang anak gadis disabilitas tuna netra dari Desa Bligo, Kecamatan Candi, Sidoarjo, ditunda pekan depan. Penundaan putusan ini disampaikan Ketua Majelis Hakim I Putu Gede Astana dihadapan tersangka beserta Tim kuasa hukumnya, dan istri tersangka, di ruang sidang Tirta PN Sidoarjo. Kamis, 13/3/2025.

Terkait dengan penundaan putusan tersebut, SBW istri tersangka SW usai sidang menyampaikan rasa kecewanya dan dirinya mengaku sedih serta berharap agar segera mendapat kepastian hukum suaminya dari pihak pengadilan.

“Saya dan suami sangat berharap ada putusan yang adil buat kami untuk mendapatkan kepastian hukum. Ditundanya putusan ini saya terus memikirkan bagaimana keadaan suami saya lama di tahanan dalam kondisi sakit,” ujar SBW sembari spontan meneteskan linang air matanya.

Tiga orang dari empat orang tim kuasa hukum terdakwa SW yang mendampinginya berharap, agar majelis hakim yang menyidangkan perkata dapat segera memutuskan dengan melihat dari segala aspek dan pastinya dengan berkeadilan hukum untuk bebas tanpa syarat, jika mencermati sesuai dengan fakta -fakta persidangan yang sudah berjalan dan sesuai dengan nalar berfikir argumen di persidangan.

“Kami berharap di sidang berikutnya pekan depan dan tidak ditunda lagi, agar klien kami mendapatkan putusan hakim sebagai kepastian hukumnya. Yang pasti, kami akan terus perjuangkan bahwa klien kami benar – benar tidak bersalah, tidak ditemukan bukti – bukti fakta hukum melakukan pemerkosaan sesuai dakwaan JPU (Jaksa Penuntut Umum). Kami berharap mata hati para majelis hakim tergugah memberikan rasa keadilan untuk membebaskan klien kami,” ujar Dibertius Boimau kuasa hukum terdakwa SW.

Perkara perkosaan terhadap korban BIM yang melibatkan tersangka SW dari tuntutan JPU untuk diganjar 13 tahun penjara, oleh tim kuasa hukum tersangka dinilai banyak kejanggalan dalam prosesnya, sebelum Disidangkan di PN Sidoarjo. Yunia Eka Putri, salah satu dari empat tim kuasa hukum terdakwa SW mengungkapkan, cukup banyak temuan Kejanggalan yang dialami tersangka mulai sebelum ditetapkan P21 di kepolisian.

“Banyak Kejanggalan yang terjadi di kasus ini, mulai muncul setelah klien kami ditangkap di toko, salah satunya dari SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan)-nya itu dituliskan salah bukan nama klien kami yang kemudian diganti nama klien kami. Dalam pemeriksaan dan penyidikan istri pelaku hanya diperiksa sekali dan itupun keterangan dari istri klien kami telah dibantah tuduhan – tuduhannya, terkesan dipaksakan,” ungkap Nia, sapaan akrab Yunia Eka Putri.

Lebih lanjut Nia menyampaikan kejanggalan lainya, menurutnya sejak awal tidak perna dilakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) ditoko kliennya, padahal jelas -jelas dalam dakwaan oleh JPU bahwa di telah terjadi perkosaan di Toko itu, Nia juga menyinggung terkait dengan gelar perkara tidak perna melibatkan kliennya sebagai terdakwa, hanya dilakukan di internal kepolisian saja.

“Ketika perkara ini kami ajukan pra peradilan terhadap yang dilakukan pihak kepolisian, termentahkan tiba – tiba muncul P21 kemudian dilimpahkan ke kejaksaan untuk dijadwalkan Sidang di PN ini,” ungkap Jhon, sapaan akrab Dibertius Boimau melengkapi temuan kejanggalannya sebelum kliennya disidangkan.

Seperti berita yang perna dimuat sebelumnya, bahwa selama proses persidangan, Dibertius menyatakan terkait dengan alat bukti berupa celana dalam korban yang diklaim mengandung bercak sperma dan hasil visum et repertum dari RS Bhayangkara Porong Sidoarjo tidak sesuai dengan fakta persidangan. Menurutnya, bukti-bukti tersebut tidak memenuhi kriteria sebagai petunjuk yang valid.

“Jelas sekali JPU dalam tuntutannya kurang cermat dan tidak teliti dalam menyusun argumentasi. Mereka terjebak dalam kesesatan berpikir (fallacy) dan tidak berdasarkan logika penalaran yang benar,” ujar Dibertius di hadapan majelis hakim Saat sidang materi Duplik.

Tim kuasa hukum juga menyoroti terkait dengan visum et repertum dalam kasus ini tidak dilakukan oleh dokter spesialis forensik dan tidak memuat indikasi perkosaan. Hal ini dianggap bertentangan dengan Pasal 133 KUHP, Undang-Undang Kesehatan, serta Pedoman Modul Kedokteran Forensik Internal Kejaksaan tahun 2019.

“Dokter yang menangani korban, dr. Niek Sri Wulan, tidak dihadirkan sebagai saksi atau ahli di persidangan. Ini menunjukkan ketidakcermatan JPU dalam mengumpulkan bukti,” tambah Dibertius.

Tim hukum terdakwa juga mempertanyakan mengapa JPU tidak melakukan tes DNA untuk membuktikan bahwa sperma yang ditemukan adalah milik terdakwa. “Visum et repertum tidak menyebutkan sperma tersebut milik siapa. Tanpa tes DNA, klaim JPU hanya bersifat spekulatif,” tegas Dibertius.

Debertius Deimau kuasa hukum terdakwa SW menduga bahwa dalam perkara ini kliennya sepertinya dikriminalisasi, dengan adanya fakta dan bukti persidangan dan temuan Kejanggalan sebelum Disidangkan.

“Entah apa motifnya, bu korban sermula membuat laporan perkosaan terhadap anaknya, yang awal dalam laporannya di kepolisian terdakwa dituduh melakukan anal seks terhadap korban, tidak lama kemudian dirubah laporannya menjadi perkosaan. Pemeriksaan penyidikan terhadap klien kami pun terkesan sepihak dan disudutkan,” beber Dibertius.

“Di pemeriksaan yang dibilang barang bukti kasus ini ada bercak darah dan sperma di CD korban, saat di persidangan barang bukti itu dihadirkan sebagai alat bukti, sama sekali tidak ada noda bercak darah dan sperma di CD korban. Bahkan dihadapan majelis hakim ibu korban disuruh menunjukkan di CD itu mengalami kebingungan di bagian mana bukti – buktinya, karena alat bukti CD itu bersih sama sekali tidak ada noda,” terang Dibertius.

Kasus dakwaan perkosaan anak disabilitas berusia dibawah umur ini bermula ketika korban, BIM, sering bermain di toko milik kerabat terdakwa SW di Desa Bligo, Kecamatan Candi, Sidoarjo.

Keluarga terdakwa mengaku sering memberikan perhatian dan memberi uang jajan kepada korban karena merasa iba. Namun, kebaikan ini justru berbalas tuntutan hukum setelah korban melapor ke Komisi Perlindungan Ibu dan Anak (KPIA) dan Polresta Sidoarjo. Sejak dilaporkannya sang suami, SBW sejak itu mulai benci terhadap ibu korban. Ia sama sekali tidak menyangka bahwa kebaikan suami dan dirinya dibalas dengan air tuba.

“Saya tidak menyangka begitu tega ibunya melaporkan suami saya begitu. Saya jadi benci lihat mukanya dan sangat marah kalau ketemu dia. Tapi suami saya selalu menasihati saya nyuruh sabar, tabah dan mendoakan dia supaya Tuhan menyadarkannya. Kita terus berdoa dan pasrahkan semuanya pada Tuhan terbaiknya seperti apa nantinya, itu yang sering diucapkan sama suami saya,” ungkap SBW dengan derai air mata kesedihan kepada awak media beberapa waktu sebelum sidang putusan.

Singkat cerita SBW mengisahkan, suaminya sebelumnya pernah mengabdi sebagai pelayan Tuhan di Gereja di kota Semarang dan Ungaran, Jawa Tengah, sebelum berpindah domisili ikut saudaranya di Desa Bligo, Kec. Candi, Sidoarjo.

Meski menghadapi cobaan masalah berat ini, SBW sangat bangga dengan suaminya yang Mei nanti genap berusia 62 tahun. Bahkan Ia masih sangat mencintai dan setia dengan suaminya, yang saat ini tengah dirundung masalah.

SBW juga menceritakan kenangan indah saat dipertemukan dengan SW oleh Tuhan mengingat dikenalkan sama Pastor suami saya. Meski usia kami terpaut lebih dari 10 tahun, dengan pernikahan yang tidak lagi di usia muda, tapi kami kami saling menyayangi. Kemana – mana kami selalu berdua. Bahkan saat tinggal di Sidoarjo jaga toko milik ipar pun kami selalu berdua,” tuturnya.

Sebelum menikah dan pindah domisili di Sidoarjo, terdakwa SW memang sudah lama menderita sejumlah penyakit. Namun itu bukan jadi halangan SBW menerima pinangan dan menalani bahtera rumah tangga dengan SW.

“Suami saya sudah sakit itu sebelum kami menikah. Ada bukti rekam medisnya yang masih kami simpan rapih. Suami saya menderita beberapa penyakit kronis yang sudah diderita sejak lama diantaranya Empisema (pembengkakan paru paru) diderita sejak kecil, Asma kronis (Diderita sejak dia kecil), Glukoma mata (sejak sekitar th 2017 sampai sekarang), Katarak mata,” juga mengatakan suaminya juga menderita pembesaran Prostat sejak tahun 2015 hingga sekarang, hingga sangat berpengaruh terhadap libido sekseualnya, bahkan dari tahun 2015 hingga sekarang tidak perna melakukan hubungan biologis/ seksual, bukan hanya itu saja suaminya juga menderita Kista di ginjal Kiri hingga sekarang, dan itu dideritanya sebelum pindah dan tinggal di Sidoarjo.

“Suami saya juga harus selalu menggunakan Nebulizer (alat bantu napas /uap) dan Oksigen yang harus selalu tersedia saat dia kambuh /anfal (sampai sekarang). Hanya doa agar kuasa Tuhan turut bekerja dan upaya dari tim kuasa hukum, meminta suami saya segera dibebaskan dari tuntutan dan nama baiknya dibersihkan. Kami percaya Tuhan akan memberikan keadilan,” Ungkap SBW sambil mengusap matanya yang dirundung kesedihan.

 

(Arju Herman)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *