Subandi Mimik VS Amir Edy “Menakar Janji 100 Ribu Lapangan Kerja: Realitas atau Retorika?”
By Redaksi, 01 November 2024
Sidoarjo – Tnipolrinews.com|Debat sesi kedua Calon Bupati dan Wakil Bupati Sidoarjo di Hotel Aston, baru-baru ini, menyoroti janji-janji politik yang berani dan ambisius, salah satunya terkait dengan penciptaan 100 ribu lapangan kerja baru yang diusung oleh Paslon nomor urut 1, Subandi – Mimik Idayana. Isu ini menjadi pusat perhatian karena janji tersebut bukan hanya soal angka besar, tetapi juga tentang bagaimana janji tersebut dapat diwujudkan dalam realitas yang kompleks.
Paslon nomor urut 2, Achmad Amir Aslichin – Abah Edi, dengan cermat memanfaatkan momen debat untuk mengajukan pertanyaan yang menggugah pemikiran. Mereka mempertanyakan substansi dari klaim membuka 100 ribu lapangan kerja baru. Bagi publik, pertanyaan ini penting karena mengangkat isu transparansi dan implementasi kebijakan. Tidak cukup hanya memiliki angka besar dalam kampanye; yang lebih penting adalah rencana yang konkret dan bukti bahwa janji tersebut dapat diwujudkan.
Subandi dan Mimik menjawab dengan menegaskan bahwa mereka, sebagai calon kepala daerah, memiliki peran sebagai fasilitator kebijakan, bukan pengusaha. Mereka menjelaskan bahwa program mereka akan berfokus pada mempermudah perizinan bagi para pengusaha dengan catatan bahwa 60 persen dari tenaga kerja harus diambil dari penduduk lokal yang memiliki KTP Sidoarjo. Selain itu, mereka berencana memberikan modal usaha kepada UMKM sebesar 50 juta rupiah per unit usaha. Kebijakan ini diharapkan mendorong pertumbuhan ekonomi lokal dan menciptakan lapangan kerja baru secara organik.
Namun, jawaban ini mendapat sorotan dari Paslon nomor urut 2 yang menyatakan bahwa penjelasan tersebut kurang memadai. Achmad Amir Aslichin dan Abah Edi dengan tegas meminta data konkret: berapa lapangan kerja yang sudah berhasil diciptakan dari program-program serupa sebelumnya? Apa saja jenis pekerjaan yang tersedia, dan di mana masyarakat bisa mengakses data tersebut? Mereka juga menekankan pentingnya laporan pertanggungjawaban yang jelas dan terperinci agar publik bisa menilai sejauh mana janji tersebut realistis dan dapat diimplementasikan.
Kritik dari paslon nomor urut 2 menggarisbawahi realitas bahwa janji politik tanpa rencana yang terukur hanya akan menjadi slogan kosong. Transparansi dan akuntabilitas menjadi tuntutan utama dari masyarakat yang semakin cerdas dan kritis. Program penciptaan lapangan kerja, khususnya dengan angka ambisius seperti 100 ribu, memerlukan perencanaan strategis yang melibatkan berbagai elemen, mulai dari pemerintah daerah, sektor swasta, hingga komunitas lokal.
Subandi dalam jawabannya menekankan peran pemerintah sebagai pemangku kebijakan yang memfasilitasi dan menciptakan ekosistem yang mendukung investasi dan pengembangan usaha. Kerjasama antara pemerintah daerah dan Dinas Ketenagakerjaan disebut sebagai kunci dalam mengentaskan pengangguran. Namun, tantangan terbesar adalah bagaimana memastikan bahwa kebijakan ini tidak hanya bertahan di atas kertas, tetapi juga bisa diimplementasikan dengan efektif dan berdampak langsung pada masyarakat.
Program mempermudah perizinan dan memberikan modal usaha kepada UMKM memang memiliki potensi yang besar. UMKM adalah tulang punggung ekonomi daerah, dan dukungan modal dapat menjadi katalisator pertumbuhan. Namun, pertanyaan yang masih menggantung adalah bagaimana pengawasan dan efektivitas distribusi modal tersebut akan dijamin? Sejauh mana pemerintah mampu memantau bahwa modal yang diberikan benar-benar dimanfaatkan untuk menciptakan lapangan kerja dan bukan hanya menambah angka statistik semata?
Selain itu, rencana mempermudah perizinan bagi investor dengan syarat bahwa 60 persen tenaga kerjanya harus warga lokal juga patut dipertanyakan implementasinya. Apakah ada mekanisme yang jelas untuk memastikan ketentuan ini dipatuhi? Sejauh mana komitmen perusahaan-perusahaan yang berinvestasi dalam mengikuti aturan tersebut, dan bagaimana pemerintah akan menegakkan kebijakan ini tanpa mengurangi minat investasi?
Debat ini menggarisbawahi kebutuhan mendesak akan kepemimpinan yang tidak hanya mampu merancang program ambisius tetapi juga bisa memastikan program tersebut dapat dijalankan dengan transparansi dan akuntabilitas. Masyarakat membutuhkan pemimpin yang bukan hanya berani berjanji, tetapi juga mampu memberikan hasil nyata yang bisa dirasakan. Tanpa evaluasi menyeluruh, rencana penciptaan 100 ribu lapangan kerja ini bisa menjadi proyek ambisius yang rentan kehilangan arah.
Ke depan, penting bagi paslon untuk lebih banyak memaparkan detail strategi implementasi, indikator keberhasilan, dan mekanisme pengawasan. Hal ini tidak hanya akan meningkatkan kepercayaan publik tetapi juga mengubah janji politik menjadi kebijakan yang efektif dan berkelanjutan. Debat kali ini seharusnya menjadi titik tolak bagi semua pihak untuk memahami bahwa dalam politik lokal, yang paling dibutuhkan adalah rencana aksi nyata dan transparansi dalam setiap langkah.
Opini Wong Darjo