Diduga Langgar Etika, Debt Collector Leasing Datangi Rumah Nasabah Tengah Malam di Banjarbaru
BANJARBARU, tnipolrinews.com – Pada tanggal, 4 November 2025, praktik penagihan yang dilakukan oleh sejumlah debt collector dari PT Borneo Lintas Sukses Finance dan Maybank Finance cabang Banjarmasin menuai sorotan publik. Pasalnya, penagihan terhadap salah satu nasabah, AY, warga Banjarbaru, dilakukan tengah malam dan disertai tekanan psikologis.
Peristiwa tersebut terjadi pada Jumat malam (1/11/2025) sekitar pukul 23.00 WITA di kediaman AY. Sejumlah orang yang mengaku sebagai petugas penagihan leasing datang ke rumah korban untuk mengambil unit mobil W-RV yang menunggak angsuran selama tiga bulan.
AY mengungkapkan, aksi penagihan itu dilakukan secara berkelompok dan dengan cara yang dianggap tidak manusiawi.

“Awalnya ada empat orang datang, lalu menyusul beberapa lainnya. Mereka memaksa ingin mengambil mobil yang masih saya cicil. Saya sedang berkabung atas meninggalnya suami saya, jadi belum sempat mengurus pembayaran,” ujarnya dengan suara bergetar.
Situasi yang menegangkan itu berlangsung hingga dini hari. Karena khawatir terjadi keributan, pihak keluarga kemudian meminta agar dilakukan mediasi di Polsek Banjarbaru Utara.
“Akhirnya mobil itu saya titipkan sementara di kantor polisi agar tidak diambil paksa. Mobil itu kami beli dengan DP Rp100 juta, tenor lima tahun, angsuran Rp5.431.000 per bulan. Sudah berjalan enam bulan. Mobil itu juga hadiah pernikahan dari almarhum suami saya,” tambah AY.

AY mengaku mengalami tekanan mental berat akibat kejadian tersebut. Ia bahkan sempat berpikir untuk mengakhiri hidupnya, namun niat itu diurungkan berkat dukungan keluarga dan rekan kerja mendiang suaminya.
Kasus ini memicu reaksi dari berbagai pihak. WL, seorang pemerhati konsumen, menilai tindakan debt collector tersebut melanggar etika penagihan dan ketentuan hukum.

“Penetapan wanprestasi tidak bisa ditentukan sepihak oleh pihak leasing. Harus melalui proses hukum yang sah dan transparan,” tegas WL.
Ia juga mengingatkan bahwa penagihan yang dilakukan setelah jam kerja atau pada malam hari termasuk dalam kategori tindakan tidak menyenangkan, yang bertentangan dengan kode etik pembiayaan dan perlindungan konsumen OJK.

“Waktu malam adalah waktu istirahat. Tidak boleh ada penagihan setelah magrib, apalagi dilakukan secara berkelompok ke rumah nasabah,” tambahnya.
Pihak keluarga AY berharap Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan aparat penegak hukum (APH) turun tangan mengusut dugaan pelanggaran tersebut agar tidak kembali terjadi pada nasabah lain.

“Kami berharap kejadian seperti ini tidak terulang. Hanya pengadilan yang berhak menentukan status tunggakan atau menerima penitipan pembayaran, bukan pihak leasing,” ujar salah satu anggota keluarga AY.
Masyarakat pun berharap kasus ini menjadi perhatian serius bagi lembaga pembiayaan di Indonesia agar proses penagihan dilakukan secara beretika, transparan, dan manusiawi.
Reporter: Nasoba